Senin, 16 Maret 2009

Kumpulan Puisi Nana

"Getir"
Saat memandang ke samping,
Tak ku rasakan hal yang berarti,
Semua biasa saja,
Ketika ku mendongak ke atas,
Ku rasa miliknya lebih istimewa,
Besar rasa tuk menginginkannya,
Namun kala ku mengintip di bawah sana ,
Oh… hatiku ternyata sedikit pilu,
Tak ku sangka masih banyak kaum papa,
Tak cukup teraniyaya, bahkan sampai menderita
Mengapa banyak rasa dalam hidup,
Tapi hanya getir lah sang penguasa.


"Dilema"
Bagai makan buah simalakama,
Laksana Adam yang bimbang,
Atas permintaan Hawa,
Buah Khuldi ataukah Surga,
Inilah bimbang yang mendera,
Sepanjang asa,
Sepanjang masa,
Tentukan pilihan dengan segera,
Meski ragu meraja,
Agar kelak tak ada sesal,
Yang terasa.


"Bahagia dalam Gempita"
Sungguh senang dan riang,
Serasa hidup tanpa beban,
Bagai melayang-layang di angkasa,
Mata pun berbinar tiada tara,
Hati pun penuh dengan tawa,
Hingga bintang begitu terang bersinar,
Mengiringi rasa bahagia dalam gempita.


"Perjalanan"
Jauh kaki ini melangkah,
Letih tubuh ini melanglangbuana,
Semua dimensi telah disusuri,
Mencari esensi hidup di dunia,
Tapi sampai kapan,
Semua dapat diraih,
Sedang tiap detik,
Semua menjadi tak sama lagi,
Seberapa jauh harus terus berlari,
Sampai kapan harus terus mencari,
Mendapat keinginan diri.


"Kenapa dan Mengapa"
Kenapa ada sebagian kaum berjakun yang semena-mena menertawakan perempuan hanya karena ketidaksempurnaan fisiknya??Tak sadarkah bahwasanya mereka telah terlahir dari kaum (ber)rahim.
Memangnya apa tolak ukur ketidaksempurnaan atas kaum hawa???
Kurang cantik??
Kurang seksi??
Kurang mulus??
Oooh Tuhan,,mengapa mereka menggunakan itu sebagai patokan???
Sunggung picik jalan pikirannya.

Mengapa ada segelintir kaum ibu dengan tega menelantarkan serta mengabaikan keluarganya hanya demi karier atau profesi???
Tak ingatkah mereka sesungguhnya keluarga adalah bagian dari kewajibannya.
Entah demi profesi atau sesuap nasi,,terkadang aku bingung dibuatnya.
Bukankah mencari sesuap nasi telah diusahakan para lelaki??
Bukankah hendaknya perempuan menjaga buah hati??
Bukan malah mengabaikan hanya demi profesi.

Kenapa banyak darah daging yang leluasa durhaka pada orang tuanya??Kenapa dengan lenggang kangkung mereka mencetak dosa??
Apa mereka belum tau,,bahwa orang tuanya berandil besar dalam eksistensi mereka di bumi ini??
Betapa tak inginkah mereka melebur dosa??


"Kekhawatiran Ku"
Khawatir atau takut kah aku??
Ya Allah,,mengapa sejak usia hamba berkepala dua,,hamba merasakan banyak hal.
Gelisah
Bimbang
Ragu
Takut
Khawatir
Menghadapi masa depan.
Menjalani sisa umur yang kian berkurang.
Kekhawatiran yang berlebih,,telah 2 tahun melekat di jiwa hamba ya Allah.
Hingga khawatir pun menjelma menjadi takut dengan berjuta alasan.
Ternyata banyak hal serta peristiwa baru yang perlu aku titi dengan hati-hati.
Jenjang demi jenjang harus segera ku lalui seiring berlalunya waktu.
Wisuda sudah,,
Mendapat pekerjaan tinggal selangkah,,
Selanjutnya??????????
Tanda tanya tumbuh kian besar di angan.
Semakin besar...Semakin besar...Semakin besar...
Hamba takut salah melangkah,,keliru memilih sesuatu yang layaknya sekali seumur hidup.
Sesuatu yang sakral serta bukan permainan.
Ya Allah,,tunjukkan hamba jalan yang terbaik.
Musnahkan rasa yang menyiksa itu ya Allah.
...Amien...Amien...Amien...


"Dunia Maya.....Dunia Nyata....."
Maya...Nyata...Maya...Nyata
Nyata...Maya...Nyata...Maya
Maya...Maya...Nyata...Nyata
Apa bedanya??
Entahlah.....
Mereka bilang dunia maya luas.
Sangat luas bahkan.
Tapi mengapa justru dengan mudah kita menemukan "sesuatu" di sana.
Menemukan pengetahuan.
Menemukan kawan lama.
Menemukan teman baru.
Menemukan apapun yang kita cari.
Menemukan apapun yang kita butuhkan.
Menemukan apapun yang kita inginkan.
Tanpa batas ruang dan waktu.
Lalu bagaimana dengan dunia nyata??
Apakah di sana kita tak leluasa bergerak??
Apakah kita akan terasa sulit menemukan "sesuatu"??
Entahlah.....hanya kata itu yang mampu terluncur dari otak serta bibir ini.
Yang aku tahu,di dunia ini ada persamaan dan perbedaan.
Ada kelebihan serta kekurangan.
Biarlah semua menjadi apa adanya.
Seperti yang seharusnya.


"Tulang Tertusuk Dingin"
Tulangku penopang badanku,
Kala musim dingin,ku dengar tulangku meronta,
Ngilu...Ngilu...Ngilu...
Tolong...Tolong...Tolong...
Aduh...Aduh...Aduh...
Ada apa gerangan dengan tulangku??
Ku pun bertanya pada sang tulang,
Jawaban yang ku dapat ternyata sang tulang kini tertindas,
Hawa dingin menghunus kejam sang tulang,
Sungguh tak berperikemanusiaan...!!!
Dingin semena-mena menyerang,menghantam seluruh tulangku hingga tak berdaya,
Setiap saat tulang berteriak:
"Wahai dingin,,jangan sakiti aku terus!!!"
Ooooh.....tak tega sungguh aku mendengarnya,
Sang tulangku yang teraniyaya hingga menjalar ke sumsumnya,
Walau telah ku selimuti dengan kehangatan yang tebal,
Namun sang dingin tetap jadi pemenangnya.


"Mentari Tertunduk pada Hujan"
Kian hari ku lihat langit kian suram,
Senyumnya musnah seiring ketidakberdayaan sang mentari,
Hujan yang kian meraja,
Membuat mentari pun tak sanggup walau sekedar meronta,
Luluh,lenyap,bahkan sirna tak kuasa ditolak,
Mentari tak mampu bertindak demi eksistensinya,
Mentari hanya tertunduk pada sang hujan,
Ooooh.....mengapa ini??
Air yang kini berkuasa,
Air menguasai daratan,
Air menyerbu,menggempur, pertahanan tanggul,
Bagaimana ini Tuhan??
Bagaimana jika terus berlanjut??
Haruskah kami bergelimang air bah yang bukan berkah??
Ya.....banjir
Banjir.....Banjir.....
Tuhan,,,,,
Buatlah mentari kembali bersinar,
Agar tak lagi hanya tertunduk pada hujan,
Buatlah air tak lagi merajalela,
Mengikis sang surya yang kian tak berdaya.


"Reinkarnasi Kesabaran"
Ibu...Ibu...Ibu
Kenapa tak kau hujat aku?
Kenapa tak kau maki aku?
Kenapa tak kau hukum aku?
Aku sang buah hati yang selalu melawan ibu,
Ucapan serta tingkahku bagai pedang tajam yang menghunus perasaanmu,
Dalam setiap hembusan nafas,
Ku selalu melakukan kenakalan,
Dalam setiap detak jantung,
Ku selalu menyakiti hati ibu,
Dalam setiap langkah kaki,
Ku selalu membuat ibu jengkel,
Aku seharusnya tak layak kau beri kasih sayang sebesar ini,
Aku hanya rayap yang menggerogoti kesabaranmu,
Ibu...Ibu...Ibu
Sampai berapa kali lagi kesabaranmu akan bereinkarnasi,
Untuk menghadapi anakmu yang tak berguna ini,
Aku yang acap kali membuat ibu terluka,
Namun ibu tetap senantiasa menyelimutiku dengan kesabaran,
Maafkan aku ibundaku tersayang.


"Sang Cinta yang Terpuruk"
Menitik air mata,menghujam keras perasaan.
Hati terlebur dalam lara.
Kala ku saksikan belahan jiwa meronta,tak tahan,lemah,serta kian hancur.
Sayang...gerangan apa yang membuatmu terperosok tak berdaya??
Kurang kah kasih dariku??
Hingga kau seperti ini...
Ku ingin kau kembali jadi pahlawanku, yang tak pernah lekang terkikis rayap kehidupan.
Karena ketegaranmu adalah tombak hidupku.
Ku ingin melangkah maju bersamamu,menapaki masa depan yang kini mulai ku rajut.
Ku tak mau hanya sendiri,karena tanpamu membuatku jadi tak mampu.


"Kenangan Menjelma jadi Ilusi"
Keindahan yang sulit terlupakan,
Walau lama telah berlalu,namun tak usang terusik zaman,
Kian hari kian tumbuh,menjadi semangat kehidupan,
Kenangan indah bersamamu kian menyelimuti hari-hariku menjadi berjuta ilusi yang menggema di otakku,
Senang rasanya,walau itu sekedar ilusi yang terlahir kembali oleh kenangan di masa lalu,
Sang pujangga yang dulu setia di setiap detik nafasku,di setiap lelah langkahku,
Kau akan tetap bernyawa dalam hatiku,
Kau akan tetap terpatri dalam jiwaku,
Terimakasih ilusiku teruntuk kenanganku...

2 komentar:

  1. Bagus juga puisimu? siapa dulu dong ,bu guru?!,udah cakep,cuantik,pokoke gitu dech.

    BalasHapus